Wednesday, October 19, 2005

Grand Canyon


Grand Canyon, in black and white.

Photo by myself. March 3, 2005.

Tuesday, September 13, 2005

Spirit Ambon


Spirit Ambon dan Kain Gandong Raksasa dari Angkasa
08-Sep-2005, Rudi Fofid-Ambon

AMBON, Radio Vox Populi ( Kamis, 8 September 2005)

Upacara hari jadi ke-430 Kota Ambon di Lapangan Merdeka, Rabu (7/9) kemarin, berlangsung meriah dalam suasana kental keambonan. Upulatu Ambon Jopie Papilaja dan Wakilnya Syarif Hadler menjadi bintang di antara para tamu dan warga kota.
Petaka kehormatan dikawal pasukan dengan style etnik. Suasana ini terlihat pada hampir semua peserta upacara. Kebaya, baniang dan cele Ambon ada di mana-mana. Ratusan jojaro dan mongare dengan busana merah dan hitam menjadi latar belakang. Mereka adalah kelompok biduan yang mengumandangkan lagu-lagu dinamik.
Rein Alfons menjadi konduktor di atas sintelband, sedang di barisan biduan ada sang piawai country Indonesia Frangky Sahilatua dengan gitarnya. Ada pula Indonesian Idol Danar, Karen dan Glenn Waas. Danar melantunkan you rise me up, setelah para ulama lima agama memanjatkan doa.
Tapi gegap gempita meledak ketika Frangky Sahilatua dan ratusan biduan menyanyikan Spirit Ambon. Musik sawat dan totobuang bersatu mengiringi alunan gitar. “Ambon, bangunlah, Ambon bangkitlah,” begitulah pesan dalam lagu yang dikarang Frangky dan Jopie Papilaja.
Sebuah klimaks terjadi dalam pesta hari jadi ini, yakni ketika helikopter datang bertengger di angkasa. Dari atas sana muncul lidah putih yang ternyata kain sepanjang sekitar 1000 meter. Dengan bantuan pemberat, kain gandong tersebut diturunkan. Begitu tiba di tanah, kain gandong dibawa melingkar oleh para pelajar SMP. Karen dan para biduan menyanyikan Sinamania. Upulatu Papilaja dan wakilnya Hadler turun dari tribun kehormatan dan masuk ke dalam lingkaran kain gandong.
Ketika upacara hari jadi 430 tahun ini berakhir, di pinggir lapangan Frangky Sahilatua masih memimpin massa melakukan pesta rakyat kecil-kecilan. Dengan gitar, dia melantunkan lagu-lagunya yang sarat kritik sosial. Sementara di Jalan Sultan Hairun, AY. Patty, AM Sangadji dan Anthoni Ribok, digelar panggung hiburan. Warga berpesta.
Pada malam hari, Upulatu menggelar resepsi di kediamannya. Para tamu dari Belanda yakni Walikota Vlissingen Anneke van Dok dan rombongan sepakbola Jong Ambon juga hadir sekaligus pamitan karena hari ini mereka langsung meninggalkan Kota Ambon. (VP)

Thursday, September 08, 2005

Indonesia Human Right Day

http://www.thejakartapost.com/headlines.asp
ONE YEAR GONE: Activists from the group People's Solidarity for Munir stage a demonstration in front of the State Palace in Jakarta in observance of the first anniversary of human rights campaigner's murder. They demanded on Wednesday that the court find out who masterminded the murder. Munir died from a lethal dose of arsenic while on a Garuda flight from Jakarta to Amsterdam. (JP/Arief Suhardiman)

Who Killed Munir?
Rich Bowden
Worldpress.org
contributing editorSydney, Australia
December 24, 2004

Human rights in the sense of human solidarity has created a new universal and equal language going beyond racial, gender, ethnic or religious boundaries. That is why we consider it a doorway to dialogue for people of all socioeconomic groups and all ideologies.— Munir Said Thalib

With the police investigation into the poisoning of Munir Said Thalib — Indonesia’s leading human rights activist — seemingly stalled, his family and colleagues have linked his death to his tireless campaigning against corruption and human rights abuses. Opinions vary though on whom among his many enemies may have ordered the suspected assassination. Despite the interviewing of dozens of witnesses by Indonesian authorities, the identity of those responsible for the killing remains a mystery.
On the evening of Sept. 6, while flying on Garuda Flight 974 from Jakarta to Amsterdam to take up a scholarship to study international law at Utrecht University, the 38-year-old human rights campaigner and founder of the human rights organization Kontras became violently ill.
http://www.worldpress.org/Asia/2002.cfm

Tuesday, September 06, 2005

Ambon 430 year anniversary / Ulang tahun Ambon ke-430


Today, September 7, is the 430th anniversary of the city of Ambon. This date was actually based on two important moments in the past. First, the year 1575, when the Portuguese group of soldiers builds the fort named "Nossa Senhora de Anuneiada", known by the people as "Benteng Kota Laha" in Honipopo, Ambon Island. That was a project conducted by workers mobilized from surrounding villages such as Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Mera, etc. The group of workers formed their compound called "Soa" (some of which still known until now like Soa-Ema and Soa-Bali area), which is later transformed into the City of Ambon (Citade Amboina) since it was changed to be the genealogic territorial society. The fort was later on passed to Dutch and named "Fort Nieuw Victoria". This fort is now used as the Masariku battalion headquarters.
Second moment is September 7th, the moment when the city of Ambon granted their autonomy by the Netherlands Indies authority in 1921 to conduct their own city government through a Gemeeteraad (City council), led by Alexander Yacob Patty (an Ambon-nationalist, known well by Sukarno, and later on was exiled to Digoel Papua by the Dutch authority).


Hari ini, 7 September, adalah ulang tahun kota Ambon ke-430. Tanggal ini tercatat berdasarkan dua kejadian penting di masa lalu. Kejadian pertama ialah tahun 1575, ketika tentara Portugis pertama kali membangun benteng yang diberi nama "Nossa Senhora de Anuneiada", atau yang dikenal oleh orang-orang waktu itu sebagai "Benteng Kota Laha" di Honipopo, pulau Ambon. Proyek ini berlangsung dengan memobilisasi para pekerja dari negeri-negeri di sekitar seperti dari Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Mera, dll. Para pekerja ini tinggal di dalam pemukiman-pemukiman yang mereka sebut "Soa" (beberapa masih kita kenal hingga kini seperti Soa Ema dan Soa Bali) yang kemudian berubah menjadi kota Ambon dengan identitas genealogis teritorial yang teratur. Benteng yang dibangun tadi, kemudian berubah menjadi benteng "Nieuw Victoria" pada jaman Belanda dan sekarang digunakan sebagai markas batalion Masariku.
Kejadian kedua adalah 7 September 1921, ketika pemerintah Hindia Belanda memberikan status otonomi kepada kota Ambon untuk mengurus dirinya sendiri melalui sebuah Gemeeteraad (dewan kota) yang antara lain beranggotakan Alexander Yacob Patty (seorang nasionalis, kawan Sukarno, yang selanjutnya diasingkan ke Digoel Papua).

Monday, September 05, 2005

About Mandala Airlines

Mandala Airlines was established and started operations in 1969. It is 90% owned by Yayasan Dharma Putra Kostrad (an Army’s wing of business) with the remaining 10% shared by Dharma, Kencana, Sakti and Nusamba. It has a total of 1322 employees. Mandala is a member of the Indonesian National Air Carriers Association endorsable ticket system allowing passengers to use tickets on any of the participating carriers.
Mandala Airlines main base is in Jakarta and it also has hubs at Surabaya, and Makasar. Domestic scheduled destinations (at January 2005): Denpasar, Ambon, Balikpapan, Banjarmasin, Batam, Jakarta, Jambi, Manado, Medan, Padang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, and Makasar.
At January 2005, the Mandala Airlines fleet consists of one Boeing 727-200, 13 Boeing 737-200 (one of it crashed in Medan yesterday) and two Boeing 737-400.


Mandala Airlines didirikan dan mulai beroperasi pada tahun 1969. 90% sahamnya dimiliki oleh Yayasan Dharma Putra Kostrad dan sisanya dimiliki oleh Dharma, Kencana, Sakti, dan Nusamba. Jumlah pegawainya 1322 orang. Mandala adalah anggota INACA (asosiasi perusahaan penerbangan Indonesia). Basis operasinya adalah di Jakarta (bandara Sukarno Hatta) dengan beberapa hub di Surabaya dan Makasar. Tujuan penerbangan domestiknya termasuk ke: Denpasar, Ambon, Balikpapan, Banjarmasin, Batam, Jakarta, Jambi, Manado, Medan, Padang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, and Makasar.Pada Januari 2005, armada Mandala Airlines terdiri dari satu Boeing 727-200, 13 Boeing 737-200 (salah satu yang jatuh di Medan) dan dua Boeing 737-400.

Source: http://en.wikipedia.org/wiki/Mandala_Airlines

Indonesia Jet Crash Kills at Least 147



http://asia.news.yahoo.com/050906/ap/d8ceedf01.html

Tuesday September 6, 8:45 AM
Indonesia Jet Crash Kills at Least 147

Seconds after takeoff, an Indonesian airliner shook violently, veered to the left and slammed into a bustling neighborhood Monday, bursting into flames and killing at least 147 people _ many on the ground.

Up to 16 passengers survived the crash, including an 18-month-old shielded by his mother's arms.

The Mandala Airlines plane went down 500 yards from the Medan airport in north Sumatra, shoving aside cars and motorcycles before plowing into a row of houses. Witnesses said some people were on fire as they fled the shattered wreckage.

Investigators were trying to determine what caused the crash, Indonesia's second air disaster in nine months and the sixth worldwide since Aug. 1. Authorities considered foul play unlikely, but were examining the possibility of human error or technical failure, said airline managing director Asril Tanjung.

Sunday, September 04, 2005

Schoolchildren in Ambon / Anaksekolah di Ambon


Kegembiraan anak-anak sekolah bermain basket di tengah kota Ambon. Di sebelah timurnya Lapangan Merdeka, sebelah selatan Kantor Gubernur Maluku, sebelah barat Kantor Walikota Ambon, dan sebelah utara Kantor Polisi Kota (dikenal sebagai "Pos Kota"). / School children enjoy playing basketball at downtown Ambon. Eastern side of the field is Merdeka Square, southern side is the Maluku Governor's Office, the Mayor's Office at the west side and the City Police Office (so called "Pos Kota" stands for "City Office) at the north side.

Tuesday, August 23, 2005

Church's group complains over compulsory "jilbab"

The Jakarta Post.
August 24, 2005


Church group complains over compulsory 'jilbab'

The Indonesian Communion of Churches (PGI) complained to President Susilo Bambang Yudhoyono that non-Muslim female students were obliged to wear the jilbab (Muslim head scarf) in schools in Padang, West Sumatra.
The complaint was made by PGI leader Andreas Yewangoe during a meeting with the President on Tuesday afternoon in Jakarta. In response, Susilo ordered Minister of Religious Affairs Maftuh Basyuni to look into the case on Tuesday.
Andreas said the obligation to wear jilbab was based on a circular recently issued by the Padang mayor. "We appreciate the fact that Muslims are obliged (to wear the Islamic head covering). But it must not be imposed on non-Muslim students," he said after the meeting. --JP

Obor Pattimura tahun 2005.


Perayaan perjuangan pahlawan nasional Pattimura ke-188 di Ambon, tanggal 15 mei 2005. Obor Pattimura yang dibawa dari Gunung Saniri (Pulau Saparua) secara berantai dengan berlari oleh para pemuda diserahkan kepada Walikota Ambon, M.J. Papilaja. Nampak dalam gambar, Walikota Ambon mengenakan pakaian tradisional daerah Lease sebagai simbol pemerintahan negeri. (Sumber foto dari harian Jakarta Post).

Diskusi Penyelesaian Masalah Papua

TOR DISKUSI PENYELESAIAN MASALAH PAPUA

Latar Belakang

Pada bulan Juli dan Agustus 2005, pemerintah Indonesia dan masyarakat dikejutkan dengan berbagai berita mengenai pembahasan HR 2601 (rancangan undang-undang dari House of Representative Amerika Serikat) mengenai penyelesaian masalah Papua yang diusulkan oleh anggota House of Representative AS. Menurut Christianto Wibisono, masalah serius dari HR 2601 adalah selain mengungkap fakta sejarah bahwa Penentuan pendapat rakyat tahun 1969 (Pepera 1969) sebagai bukan act of free choice yang sesungguhnya, maka dokumen itu juga merujuk kepada situasi dan kondisi kontemporer yang memerosotkan harkat RI di mata dunia internasional. Khususnya dalam citra RI sebagai negara demokratis karena adanya praktik tidak terpuji, seperti pembunuhan Munir dan penembakan dua warga sipil AS di Timika. Semua itu disebut dalam satu nafas dengan praktik pelanggaran HAM dan demokrasi terhadap warga asli Papua selama penguasaan wilayah itu dalam NKRI. (Suara Pembaruan, 16/8/2005).

Sebagaimana telah terjadi di Papua, lembaga Dewan Adat Papua melakukan unjuk rasa dengan cara dengan melakukan tindakan simbolis politik “mengembalikan” kebijakan otonomi khusus kepada pemerintah pusat. Alasannya, pelaksanaan otsus tidak pernah memberi kemajuan berarti bagi Papua. Dewan Adat Papua mendesak pemerintah mengikuti dialog bersama seluruh elemen masyarakat sipil Papua. ”Empat bidang prioritas, pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur, tidak menunjukkan perubahan signifikan,” kata Sekretaris Pemerintahan Dewan Adat Papua Fadhal Al Hamid di Jakarta. Sebelumnya Dewan Adat Papua juga bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk menyampaikan rencana pertemuan evaluasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. (Kompas, 6/8/2005). Menurut Dewan Adat Papua, aksi politiknya itu tidak terkait dengan kelahiran HR 2601 di atas, namun memang berkaitan dengan masalah Papua yang mendasar.

”Selama ini pemberlakuan otonomi khusus tak pernah menghasilkan kemajuan signifikan karena memang tidak pernah ada keseriusan,” ujar Fadhal. Menurut Fadhal, dana otsus memang selalu diberikan. Mulai tahun 2005 dana otsus naik dari Rp 1,2 triliun jadi Rp 1,77 triliun. Namun, penggunaannya tak jelas. Cuma 400.000 dari 1,9 juta warga Papua yang menikmati dana otsus yang Rp 1,77 triliun, yaitu pegawai pemda, pejabat dan keluarganya ”Di Wamena, rumah sakit tidak ada lagi doktor, juru rawat, maupun obatnya. Sekolah tak ada lagi guru, tingkat kelulusan cuma 1.000 siswa tahun ini,” katanya. (Kompas, 6/8/2005).

Mengenai masalah penegakan HAM di Indonesia, dalam pidatonya saat meresmikan Rapat Koordinasi Pelaksanaan Aksi Nasional HAM 2004-2009 di Jakarta, Presiden mengemukakan bahwa posisi dasar pemerintah adalah “HAM yes, Pelanggaran HAM no!” Hal ini dipandang oleh Presiden sebagai amanat konstitusi. Oleh karena itu Presiden meminta agar para kepala daerah memahami isi UUD 1945 tentang perlindungan HAM.

Pemerintah berpendapat bahwa kebijakan Otonomi Khusus di Papua untuk mengurangi kesenjangan, meningkatkan taraf hidup rakyat serta memberi kesempatan kepada warga asli Papua untuk membangun daerahnya. "Oleh karena itu, pemerintah daerah harus pandai-pandai menggunakan kesempatan ini, dan bekerja lebih serius untuk memajukan daerahnya dengan penuh tanggung jawab," kata Presiden saat menyampaikan keterangan pemerintah tentang kebijakan pembangunan daerah di depan sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Jakarta, Selasa. (Media Indonesia, 23/8/2005).

Dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua, masih ditemukan berbagai permasalahan. Apalagi karena otonomi khusus Papua masih belum menimbulkan dampak langsung bagi kemajuan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua. Oleh karena itu, Presiden mengajak Pemerintah Daerah dan masayakat di Papua dan Irian Jaya Barat untuk segera mengakhiri segala perbedaan dan mulai memfokuskan perhatiannya untuk membangun daerah. Seakan untuk menjawab keluhan Dewan Adat Papua, Presiden menegaskan bahwa pemerintah Pusat telah menyerahkan dana otonomi khusus, sesuai undang-undang, kepada pemerintah Provinsi Papua. Oleh karena itu semestinya dana tersebut dimanfaatkan agar rakyat di Papua dan di Irian Jaya Barat, dapat merasakan manfaat otonomi khusus.

Pelaksanaan selanjutnya dari otonomi khusus di Papua dan Irian Jaya Barat perlu diletakkan pada posisi Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah membentuk kelembagaan MRP sebagai lembaga yang berperan memberikan pertimbangan dan persetujuan, dalam perumusan kebijakan daerah dan dalam rangka mengupayakan kesetaraan dan keragaman kehidupan masyarakat Papua.

Hal ini merupakan salah satu masalah tersendiri, karena Mahkamah Konstitusi sendiri telah membatalkan Undang-undang tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat (UU No. 45/1999). Namun pada saat yang Mahkamah Konstitusi juga menegaskan keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat sebagai satu kenyataan legal-politik dan keputusan itu tidak menghapuskan provinsi itu karena dinyatakan tidak berlaku surut. Oleh karena itu, pemerintah nampaknya menegaskan bahwa keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat adalah sah dilihat dari sudut hukum negara Indonesia, dalam hal ini dengan bersumber dari UU No. 45/1999 sampai saat dibatalkannya dan Keputusan Mahkamah Konstitusi yang tetap mengadakan provinsi tersebut. Ini merupakan suatu perdebatan filsafat hukum tersendiri. Untuk selanjutnya, pemerintah menentukan bahwa pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Irian Jaya Barat kini didasarkan kepada Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sama seperti provinsi yang lain.

Problematika

Dari latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu memperoleh perhatian sebagai berikut:

1. Pelurusan proses sejarah integrasi Papua kedalam Negara Kesatuan RI sebagai bagian dari pengakuan historis bagi generasi baru Papua.

2. Peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dan impunitas di Papua.

3. Penyelesaian perdebatan mengenai pemekaran wilayah sebagai strategi efektifitas pembangunan wilayah.

4. Implementasi kebijakan otonomi khusus pada aras yang lebih menyentuh grass root dan persoalan-persoalan praktis rakyat.

5. Implementasi kebijakan otonomi khusus pada bidang kebudayaan untuk melanggengkan kebudayaan setempat sehingga identitas budayanya dapat memperkaya budaya Indonesia.Peran masyarakat internasional dalam menjamin penegakan HAM di Papua dalam kerangka proses integrasi nasional Indonesia.

23 Agustus 2005.

Skenario Pentas Kisah Pattimura oleh Pemkot Ambon

----------------------------musik etnis--------------------------

PERANG PATTIMURA ADALAH
PERANG KEMERDEKAAN RAKYAT

------------------------------musik etnis------------------

SEMUA : PERANG PATTIMURA, TIDAK TERJADI SECARA MENDADAK, TETAPI MERUPAKAN AKUMULASI BERBAGAI PERISTIWA, YANG TELAH BERKEMBANG SELAMA RATUSAN TAHUN. DARI TAHUN 1600AN HINGGA TAHUN 1800AN, TIMBUL BERBAGAI PERISTIWA DAN PEPERANGAN, YANG SANGAT MEMPENGARUHI KEHIDUPAN POLITIK, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA RAKYAT MALUKU.

Pembaca 1 : Tanggal 17 Pebruari 1776, kekuasaan VOC atas Maluku beralih ke tangan Inggris, berdasarkan “ Warkat Kew “ , maka pada permulaan Maret 1776, Residen Saparua menyerahkan Saparua dan Nusalaut ke tangan komandan Inggeris. Pada zaman pemerintahan Inggris, kerja kwarto dan rodi diperingan, rakyat diberi lebih banyak kebebasan untuk berdagang, menyebabkan mobilitas yang besar, dan menghidupkan perniagaan.

Pembaca 2 : Tahun 1814, Traktat London ditanda-tangani oleh Belanda dan Inggeris. Akibatnya, kekuasaan Inggeris atas daerah jajahan di Hindia Belanda pun jatuh kembali ke tangan Belanda. Pada tanggal 8 Maret 1817, armada Laut Belanda yang terdiri dari kapal-kapal perang REYGERSBERGEN, NASSAU, EVERTSEN, dan kapal-kapal pengangkut SWALLOW, SALABONE, dan MALABAR, berlayar memasuki Teluk Ambon, sambil membawa pasukan tentara Belanda.
Akhir Maret 1817, Residen Van Den Berg mengambil alih Saparua dan Nusalaut dari tangan Residen Inggris. Dengan pergantian itu, rakyat merasa, adanya perbedaan antara kekuasaan Inggris dan Belanda.

Pembaca 1 : Di jaman penjajahan Inggeris, kebun – kebun cengkeh dan pala berkembang dengan subur, Bandar Ambon menjadi pusat perdagangan di bagian Timur Nusantara. Pedagang – pedagang dari Barat Nusantara, bebas berlayar masuk keluar Maluku. Namun, sesudah Tanah Maluku di kembalikan kepada Belanda pada Tahun 1817, segala peraturan di zaman VOC diberlakukan lagi, monopoli dijalankan lagi. Kebebasan yang diberikan oleh pemerintah Inggris kepada rakyat dihapuskan semua. Keadaan ini membuat rakyat menjadi resah, gelisah, cemas dan tidak senang sama sekali. Dalam waktu yang singkat, tindakan Pemerintah Belanda di Maluku, mematangkan keadaan untuk pecahnya suatu kemerdekaan rakyat.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Untuk menghadapi Kolonialisme Belanda, di Pulau Ambon, Haruku, Seram, Nusalaut, dan Saparua, dan ditempat-tempat lain, rakyat berkumpul untuk mengkonsolidasi kekuatan dan menyusun strategi peperangan.

Pembaca 1 : Pada tanggal 3 Mei 1817, Thomas Matulessy mengambil inisiatif mengumpulkan orang laki-laki dari Haria dan Portho, untuk bermusyawarah di Dusun Waehauw. Disana mereka bersumpah untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Pertemuan dilanjutkan lagi pada tanggal 9 Mei 1817. Tanggal 14 Mei 1817 diadakan musyawarah besar para raja-patih, para kapitan, dan para pemuda di Gunung Saniri. Dalam musyawarah besar ini, Thomas Matulessy dipilih dan dinobatkan sebagai Penghulu Perang, dengan gelar “Kapitan Pattimura”.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Untuk mensukseskan peperangan, Kapitan Pattimura, memilih beberapa orang yang cakap dan gagah berani, sebagai pembantu-pembantunya. Mereka antara lain :
- Anthony Rhebok dari Saparua, yang ditugaskan mengatur strategi militer di Saparua dan Nusalaut.
- Philip Latumahina dari Paperu, yang ditugaskan mengatur pertahanan di Waisisil.
- Melchior Kesaulya dari Siri-Sori, yang ditugaskan sebagai komandan pasukan rakyat di Haruku untuk merebut Benteng Zeelandia.
- Lukas Lisapaly dari Ihamahu, yang terkenal dengan sebutan Kapitan Aron, ditugaskan memimpin pasukan rakyat di Jasirah Hatawano.
- Frans Titaley, Raja Saparua, yang ditugaskan memimpin rakyatnya untuk menyerang Benteng Duurstede.
- Said Perintah, Raja Siri-Sori Salam, yang ditugaskan memimpin pasukan rakyat dari Jasirah Tenggara.
- Paulus Tiahahu, dari Abubu, yang ditugaskan memimpin pasukan rakyat dari Nusalaut.
- Kapitan Ulupaha, dari Seith, yang ditugaskan memimpin pasukan rakyat dari Jasirah Leihitu, untuk menyerang Markas Belanda di Hila.

Pembaca 1 : Malam hari, tanggal 14 Mei 1817, rakyat Porto dan Haria membakar arumbai pengangkut pos dan kayu nani milik Residen, yang sedang disiapkan untuk berangkat ke Ambon. Pada keesokan harinya tanggal 15 Mei 1817, terjadilah tembak menembak antara rakyat Haria dan Porto dengan tentara Belanda, yang dikerahkan dari Benteng Drurstede.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Pada tanggal 16 Mei terjadilah peristiwa besar yaitu penyerbuan benteng Drurstede, yang merupakan pusat kekuasaan Kolonial. Penyerbuan tersebut menyebabkan korban berjatuhan, Namun, tidak mengurangi semangat dan tekad rakyat, yang akhirnya Benteng Duurstede yang kokoh itu, jatuh ke tangan rakyat.

Pembaca 1 : Seluruh tentara belanda dan Residen Van den Berg dan keluarganya tewas, kecuali anak laki – lakinya yang berumur 5 tahun yaitu Jean Lubert Van den Berg, yang diselamatkan oleh Kapitan Pattimura. Sewaktu peperangan berakhir anak itu, dikembalikan kepada Pemerintah Belanda.

Pembaca 2 : Pemerintah Belanda di Ambon dan Batavia sangat terkejut, karena sebelumnya mereka tidak percaya kepada berita – berita yang tersiar, bahwa rakyat akan mengangkat senjata melawan Belanda di seluruh pelosok negeri.

Pembaca 1 : Tergesa - gesa Mayor Beetjes dengan 300 orang serdadu yang dipersenjatai dengan meriam – meriam kecil, berangkat ke Saparua. Tanggal 20 Mei 1817, adalah hari yang naas bagi tentara Beetjes. Dipantai Waisisil tempat tentara Beetjes mendarat, pasukan rakyat yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura dan kawan-kawan, menghancurkan pasukan Beetjes. Mayor Beetjes sendiri mati tertembak dan hanya 30 orang yang berhasil menyelamatkan diri.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Kemenangan pasukan Pattimura di Wasisil menggemparkan seluruh Pemerintah Belanda di Ambon dan Betavia. Peristiwa ini merupakan suatu tamparan yang keras kepada Belanda.
Pimpinan Belanda di Ambon menjadi panik dan saling tuduh menuduh dan saling mempersalahkan.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Sesudah benteng Drusrtede jatuh, markas besar pasukan rakyat di pusatkan di negeri Haria, di bawah komando Kapitan Pattimura, dengan beberapa pertahanan di Saparua dan di Nusalaut. Dua orang Kapitan diperintahkan memimpin pasukan rakyat untuk merebut benteng Zeelandia di pulau Haruku.

Pembaca 2 : Pada tanggal 29 Mei 1817, atas dasar musyawarah besar, yang dilaksanakan sejak tanggal 26 Mei, yang dihadiri oleh para Kapitan,para Raja Patih, beserta stafnya, dari Hunimua, Saparua, Nusalaut dan Seram, mencetuskan : “ Proklamsi Haria “, yang berisi 17 pasal, sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat, mengapa rakyat mengangkat senjata untuk memerangi Belanda. Inti Proklamasi Haria pada hakekatnya berisi :

Semua : 1. Memberi dasar hukum bagi Perang Pattimura, yang mulai dikobarkan pada tanggal 15 Mei 1817.
2. Menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa, Perang Pattimura adalah perang Rakyat Maluku menentang kelaliman.
3. Memberi pengakuan, atas kepemimpinan Thomas Matulessy sebagai Pemimpin dan Panglima perang.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Dalam keadaan panik, Pemerintah Belanda di Ambon di kejutkan lagi dengan pergolakan baru di Jasirah Hitu. Begitu pula dengan rakyat di Huamual Seram Barat, rakyat Seram Tengah dan Timur, turut mengangkat senjata melawan penjajah. Api peperangan melawan penindasan dan penjajahan telah menjalar kemana – mana.

Pembaca 2 : Untuk memperkuat pasukan rakyat, Kapitan Pattimura mengadakan hubungan dengan raja – raja di Sulawesi Selatan, Bali dan Lombok, mereka mengirim senjata api dan mesiu, melalui pedagang – pedagang. Ketika Belanda mencium hubungan ini, mereka mengadakan blokade laut yang ketat, untuk menghalau pedagang – pedagang dari lain wilayah Hindia Belanda, masuk ke perairan Maluku.

Pembaca 1 : Kekalahan demi kekalahan Angkatan Perang Belanda di Maluku, memaksakan pemimpin – pemimpin pemerintah kolonial mensiasati jalan perundingan, sambil menunggu bala bantuan dari Betavia.

Pembaca 2 : Perundingan di Hatawanno antara kedua belah pihak mengalami kegagalan, sehingga terjadi lagi pertempuran demi pertempuran di berbagai tempat.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Setelah bala bantuan Belanda tiba di Ambon, maka Belanda mulai serangan balasan, yang merubah situasi peperangan. Bantuan pasukan yang besar di pimpin oleh laksamana Beyskes, dengan persenjataan yang lengkap serta armada yang kuat, dikerahkan ke Lease. Negeri – negeri di Lease di jadikan lautan api. Pertempuran sengit terjadi pada beberapa fron, yang menjatuhkan banyak korban. Namun Rakyat Maluku sudah punya tekad :

Semua : “ Merdeka atau Mati “

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Dengan kekuatan yang tidak seimbang itu, Belanda berhasil merebut pertahanan – pertahanan rakyat di Saparua dan di Nusalaut. Para Raja Patih dan Pahlawan – pahlawan kita, ditangkap satu per satu, kemudian di bawah ke Ambon, dan di tahan di Benteng Neuw Victoria.

Pembaca 1 : Atas putusan Pengadilan Belanda di Ambon, tanggal 12 Desember 1817, Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura, beserta pahlawan lainnya dijatuhi hukuman gantung.

------------------------------musik etnis (bedug masjid)------------------

Pembaca 2 : Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura di eksekusi di lapangan depan Benteng Nieuw Victoria. Tanpa dendam sedikitpun, Kapitan Pattimura berjalan menuju tiang gantungan, dengan langkah yang tegap dan tabah serta senyum, ia menyapa semua orang yang berada di sekitarnya :
Semua : “SELAMAT TINGGAL TUAN – TUAN…..
BETA AKAN MATI, TETAPI NANTI,…. AKAN BANGKIT PATTIMURA – PATTIMURA MUDA, YANG AKAN MENERUSKAN, BETA PUNYA PERJUANGAN “

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Jenazah Kapitan Pattimura dimasukan dalam kurungan besi, kemudian diletakan di pinggir jalan, di Kawasan Taman Makmur sekarang, untuk dipertontonkan kepada rakyat Ambon, kemudian di buang ke laut.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 2 : Walaupun Kapitan Pattimura dan kawan-kawan telah dibunuh, namun api perjuangan rakyat Maluku, terus dilanjutkan oleh Martha Christina Tiahohu, sampai srikandi Maluku ini tertangkap. Dalam perjalanan sebagai tawanan ke Pulau Jawa, di atas kapal perang “Everston“, Srikandi Maluku, yang tidak mengenal kompromi ini mogok makan, mogok pengobatan, mogok perawatan dokter. Ia memilih mati dari pada di perbudak oleh penjajah. Pada tanggal 2 Januari 1818, Srikandi Maluku ini, menghembuskan napasnya yang terakhir, dan jenasahnya di buang ke Haribaan laut Banda.
Semua : MUTIARA DARI NUSALAUT ITU TELAH TIADA,… NAMUN SEMANGAT SRIKANDINYA TETAP BERSINAR TERUS SEPANJANG MASA, DARI GELORANYA LAUT MALUKU NAN KAYA RAYA.

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Para Pahlawan telah mengorbankan jiwa raganya di tiang gantungan sebagai konsekuensi dan resiko kepemimpinan perjuangan mereka, tetapi dari tiang gantungan, dan geloranya Laut Maluku nan kaya raya, mereka menyampaikan amanatnya, kepada katong samua :

Semua : “ TERUSKAN……. TERUSKANLAH PERJUANGAN, AGAR KATONG BEBAS DARI PENINDASAN DAN PEJAJAHAN “

------------------------------musik etnis------------------

Pembaca 1 : Pada abad ke – 20, Pattimura – Pattimura muda terjun ke arena pergerakan, dengan cara yang lebih moderen, yaitu dengan berpolitik melalui organisasi – organisasi perjuangan rakyat. Lahirlah Serikat Ambon dan Inatuni, dengan tokoh – tokoh Pejuang Nasional, seperti : : Alexander Jakob Patty, Meester Johanes Latuharhary, Dokter Kayadoe, Dokter Johanes Leimena, Dokter Latumeten, Dokter Sitanala, dan Abdul Mutalib Sangaji, yang bergerak melalui PSII, serta pejuang – pejuang lainnya.

Pembaca 2 : Tahun 1945, Pattimura – Pattimura Muda yang telah bangkit, dalam wujud organisasi – organisasi perjuangan di berbagai Kota; antara lain, API Ambon di Jakarta dan Bandung, PRI Maluku di Surabaya, AMIM di Yokyakarta, dan organisasi pemuda Maluku lainnya.
Organisasi-organisasi Pemuda Maluku ini, kemudian melebur diri menjadi Pemuda Indonesia Maluku (PIM), yang kemudian membentuk Divisi Pattimura dengan Resimen Tulukabessy nya, untuk mengangkat senjata bersama-sama dengan laskar-laskar perjuangan lainnya, dari berbagai daerah di Indonesia.

Pembaca 1 : Pejuang – Pejuang Rakyat Maluku itu telah tiada, tetapi harapan mereka kepada kita semua, generasi masa kini, dan generasi mendatang……

------------------------------musik etnis (sawat)------------------

Semua : “JADILAH PATTIMURA – PATTIMURA PEMBANGUN DAN PENDAMAI,………
PERTAHANKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG – UNDANG DASAR 1945 ……
ISILAH KEMERDEKAAN DENGAN SEMANGAT KEJUANGAN PATTIMURA,…..
MENUJU MALUKU YANG DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA BERBUDAYA.

------------------------------musik etnis ------------------
(toto buang dan diikuti lainnya)-----

Monday, August 15, 2005

Bangsa

Bangsa

Bangsa adalah identitas diri...
Bangsa adalah kelompok budaya...
Bangsa adalah semangat...

Tidak dipisahkan oleh agama...
Tidak dipisahkan oleh golongan...
Tidak dipisahkan oleh ideologi politik...

Maluku

Maluku... Tanah yang katorang cinta
Tampa potong pusa katong sio...
Itu tanah dan air katorang cinta...
Maluku... Meski kini jauh di mata
Tapi engkau tetap lekat di hati...
Kan tersimpan sepanjang masa...
16 agustus 2005, 11.42 WIB.