Thursday, March 23, 2006

Believe.

Minggu, 19 maret 2006.

Di metro tv ada acara Oprah’s show, acara favorit istriku. Tom Hanks jadi tamu utama promosikan film baru “Polar Express” yang moralnya berpesan bahwa kita bisa mencapai cita-cita selama kita punya keyakinan, didukung pula oleh penampilan Josh Groban dengan “Believe.” Beberapa orang menjadi tamu seperti seorang bocah kecil yang mengalami kebutaan perlahan-lahan dipertemukan dengan atlet pelari nasional Amerika yang tunanetra. Juga ada gadis dari Nigeria yang berkampanye di depan Wall Street untuk orang menyumbang kepadanya agar bisa kuliah di Columbia University kemudian disumbang oleh manajer investasi Jane Aidoo.

Beta bilang kepada Shirley, “Cuma di Amerika saja orang buta bisa miliki lomba lari semegah itu, disertai dengan metode canggih untuk mereka bisa berlomba.” Shirley jawab “Memang ini cuma ada di Amerika, hebat memang, luar biasa.” Mengenai anak Nigeria itu, Shirley berkomentar singkat “Luar biasa,” memang cerita yang hebat (sementara itu Ella merengek supaya diputarin film Maicy, tentang tikus lucu).

Kalau kita percaya memang banyak hal bisa dilakukan. Ada buku menarik karya Stephen Covey yang bercerita bahwa if you believe you can do it then you can do it. Saya sempat berpikir bahwa haruskah kita permasalahkan kepada siapa kita meyakininya? Namun satu kesadaran datang bahwa hal itu tidak akan dipermasalahkan oleh Tuhan sendiri.

Apakah harus dengan nama agama tertentu? Selama kita percaya, saya kira Tuhan akan tersenyum saja karena bukankah kita percaya? Pernah saya merasa bahwa pendapat itu benar dan sangat memotivasi untuk mengurus banyak hal dalam hidup pribadiku (yakin bisa sekolah ke luar negeri, ikut seminar internasional, dll). Namun kemudian agak terkikis oleh keraguan karena berbagai trauma yang melintas dalam kehidupan ini, seperti kerusuhan dan konflik di ambon, yang justru membuat kita jadi mempertanyakan apakah benar untuk membela agama secara habis-habisan tetapi malah menyebabkan kematian banyak orang? Idealisme menjadi agak terkikis dan merasa cukup apatis sebenarnya.

Namun seiring dengan berlalunya waktu, bersamaan dengan proses rekonsiliasi yang semakin berwujud di Ambon, menyaksikan banyaknya kawan-kawan Muslim yang juga menolak kekerasan, justru membuat kita semakin percaya bahwa “percaya kepada Tuhan” adalah berarti memiliki kasih dan iman yang benar, dan benar pula kata Gus Dur bahwa “Tuhan tidak perlu dibela” karena justru bisa membuat Tuhan menjadi sedih… Justru harus dipertanyakan motivasi terselubung orang yang menyebut-nyebut agama di atas kasih kepada sesama.

Kasih kepada sesama sangat penting karena bukankah sesama manusia itu imago Dei seperti kata sesepuh kita pak Notohamidjojo?. Apa yang kita saksikan dalam kehidupan anak manusia di belahan bumi lain, seperti dalam acara Oprah di atas, memberi optimisme bahwa sebenarnya kasih kepada sesama dan sikap hidup yang benar justru tidak pernah lekang dimakan jaman. Kehidupan ini sendiri sebenarnya masih bisa kita jadikan menjadi lebih nyaman dan indah, jika kita meyakini bahwa kita bisa melakukannya.


-“…dan yang terbesar di antaranya adalah Kasih…”-

No comments: